Selasa, 13 November 2012

Manusia dan keadilan

(A)Keadilan



Keadilan merupakan suatu hal yang abstrak, bagaimana mewujudkan suatu keadilan jika tidak mengetahui apa arti keadilan. Untuk itu perlu dirumuskan definisi yang paling tidak mendekati dan dapat memberi gambaran apa arti keadilan. Definisi mengenai keadilan sangat beragam, dapat ditunjukkan dari berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para pakar di bidang hukum yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai keadilan.

1. Keadilan menurut Aristoteles (filsuf yang termasyur) dalam tulisannya Retorica membedakan keadilan dalam dua macam :
  • Keadilan distributif atau justitia distributiva; Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan.
  • Keadilan kumulatif atau justitia cummulativa; Keadilan kumulatif adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-menukar.
2. Keadilan menurut Thomas Aquinas (filsuf hukum alam), membedakan keadilan dalam dua kelompok :
  • Keadilan umum (justitia generalis); Keadilan umum adalah keadilan menururt kehendak undang-undang, yang harus ditunaikan demi kepentingan umum.
  • Keadilan khusus; Keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan ini debedakan menjadi tiga kelompok yaitu :
  1. Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum.
  2. Keadilan komutatif (justitia cummulativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dengan kontraprestasi.
  3. Keadilan vindikativ (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.
3. Keadilan menurut Notohamidjojo (1973: 12), yaitu :
  • Keadilan keratif (iustitia creativa); Keadilan keratif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang untuk bebas menciptakan sesuatu sesuai dengan daya kreativitasnya.
  • Keadilan protektif (iustitia protectiva); Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan pengayoman kepada setiap orang, yaitu perlindungan yang diperlukan dalam masyarakat.
4. Keadilan menurut John Raws (Priyono, 1993: 35), adalah ukuran yang harus diberikan untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama. Ada tiga prinsip keadilan yaitu :
 (1) kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya,
 (2) perbedaan, 
 (3) persamaan yang adil atas kesempatan 8. Pada kenyataannya, ketiga prinsip itu tidak dapat diwujudkan secara bersama-sama karena dapat terjadi prinsip yang satu berbenturan dengan prinsip yang lain. John Raws memprioritaskan bahwa prinsip kebebasan yang sama yang sebesar-besarnya secara leksikal berlaku terlebih dahulu dari pada prinsip kedua dan ketiga.
(4) Keadilan dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila sila ke-2 dan ke-5 9, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam konsepsi bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Dalam konteks pembangunan bangsa Indonesia keadilan tidak bersifat sektoral tetapi meliputi ideologi, EKPOLESOSBUDHANKAM. Untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
(5) Keadilan menurut  Ibnu Taymiyyah (661-728 H) adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta; tidak berat sebelah atau tidak memihak kepada salah satu pihak; mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga, dan masyarakat. Keadilan tidak hanya menjadi idaman setiap insan bahkan kitab suci umat Islam menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah samawi.

sumber :  http://jamaluddinmahasari.wordpress.com/2012/04/22/pengertian-keadilan-diambil-dari-pendapat-para-ahli/


 B) Keadilan sosial



Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan konsep keadilan dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila. 
sumber :  http://denis-exavro.blogspot.com/2010/03/keadilan-sosial.html
 (C) Macam macam keadilan

Sedangkan menurut beberapa sumber yang didapatkan keadilan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) KEADILAN DISTRIBUTIF
Keadilan distributif ialah keadilan yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau keberadaan menurut kerja, kemampuan, dan kondisi/keberadaan seseorang. Misalnya, si A mempunyai tinggi badan 190 cm dengan berat badan 95 kg. Si B memiliki tinggi badan 150 cm dengan berat badan 40 kg. Keadilan distributif berarti membagi sesuai dengan apa yang pantas dengan kondisi dan keadaan orang tersebut. Ukuran kain yang diperuntukkan guna menjahit setelan jas si A tentu tidak sama dengan si B. Kendati pun si A kita beri kain yang lebih lebar dan panjang dari si B, bukan berarti tindakan itu tidak adil. Contoh lain, Otniel yang bergelar Doktor (S-3) dan Anhar yang buta huruf tidaklah mungkin digaji sama ketika mereka bekerja pada satu intitusi yang sama. Dengan demikian, keadilan distributif boleh juga dikatakan sebagai keadilan proporsional. Ukuran keadilan di sini bukan terletak pada kesamaan gaji atau barang, tetapi sesuai proporsinya. Keadilan ini sering dihubungkan dengan pemimpin dan orang yang dipimpinnya.
 
2) KEADILAN KOMUTATIF
Keadilan komutatif ialah keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima oleh setiap orang tanpa melihat jasa seseorang. Keadilan ini boleh disebut keadilan hak asasi, suatu keadilan yang secara alami dimiliki manusia. Misalnya, semua orang berhak untuk hidup. Jikalau seseorang dengan atau tanpa sengaja merampas hak hidup seseorang atau membatasi hak hidup seseorang, ia telah melanggar hak orang lain dan bersalah menurut keadilan komutatif. Contoh lain, seseorang berhak untuk menyatakan pendapat. Jika seseorang melarangnya untuk berpendapat atau membatasi pendapat orang lain dengan mengintimidasi, berarti ia telah melanggar hak asasi orang lain. Satu contoh lagi, setiap orang berhak untuk memeluk agama yang diyakininya. Jika seseorang memperlakukan orang yang tidak seagama dengan dia secara semena-mena, atau (bahkan) secara paksa dan kekerasan meniadakan hak tersebut, ia telah bersalah dan bertindak tidak adil. Perusakan, penutupan, dan pembakaran gedung ibadah merupakan bentuk kasar dari citra diri seseorang yang tidak memiliki keadilan, apalagi kalau semua agama dalam negara itu mendapat hak yang sama. Keadilan ini sangat penting untuk dihormati dan dijalankan. Namun kenyataannya, keadilan ini semakin lama semakin tidak dihormati. Hak-hak asasi manusia umumnya menyangkut hak untuk hidup, hak untuk berkeluarga, hak untuk beragama, hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk menyatakan pendapat, dan hak untuk tidak boleh dihukum sebelum ada petunjuk atau bukti yang sah. Dari keterangan ini dapat ditarik banyak sekali contoh yang lain yang dapat dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.


Sumber : http://denis-exavro.blogspot.com/2010/03/keadilan-sosial.html

(D) Kejujuran

 
 
 Arti sebuah kejujuran, Manfaat sebuah kejujuran: Jujur itu mujur
Seorang sales representative gelisah karena penyelewengan yang selama ini dia lakukan. Sebagaimana biasa dilakukan oleh teman- temannya, ia pun merasa tidak enak jika tidak melakukannya.
Sebagai orang lapangan, ia biasa melakukan berbagai manipulasi, dengan cara me-mark up beberapa nota pengeluaran maupun nota pembelian. Bon BBM yang mestinya hanya 10 liter, ia naikkan menjadi 20 liter.
Pengeluasran biaya makan yang hanya 10 ribu ia menjadi 15 ribu. Ketika ditugaskan berbelanja barang untuk keperluan kantor, ia selalu meminta penjual menuliskan nilai yang lebih dari harga yang semestinya. Atau meminta nota kosong untuk ia tulisi harga yang ia suka.
Suatu ketika setelah mendapatkan uang hasil manipulasi tersebut, ia teringat akan istri dan anak-anaknya di rumah. Ia
menyempatkan diri membeli makanan kesukaan mereka (istri dan anaknya).
Ketika tiba di rumah, istri dan anaknya menyambut kedatangannya dengan penuh suka cita.
Malam itu mereka makan dengan menu istimewa yang baru dibelinya itu. Sebelum
menyantap makanan, istrinya meminta anaknya yang berusia tujuh tahun untuk memimpin doa sebelum makan yang sudah ia pelajari di SD.
Dan dengan polos anaknya berdoa, “Ya, Alloh Kami mengucap syukur atas rejeki yang engkau berikan kepada papa.
Kami terima berkat makanan ini dengan mengucapkan syukur kepada Mu , ya Alloh.”
Doa anaknya yang polos itulah yang membuat ia merasa gelisah. Ia merasa berdosa karena telah mencemarkan keluarganya dengan uang yang diperolehnya dengan cara yang tidak halal.
Daripada terus menerus memberikan nafkah yang tidak halal kepada keluarganya, ia memutuskan untuk mengakhiri penyelewengan yang selama ini dilakukannya. Tidak cukup sampai di situ, hati nuraninya terganggu ketika ia tahu dari seseorang tentang arti sebuah pertobatan.
“Pertobatan tidak cukup dengan hanya sebuah penyesalan. Tapi harus disertai dengan penyelesaian atau rekonsiliasi dengan pihak-pihak yang pernah dirugikan, begitu katanya.
Setelah terbuka dan berunding dengan istrinya, ia berdoa bersama dan mendapatkan dukungan dari istrinya untuk berterus terang dan mengakui perbuatannya di hadapan pemimpinnya, apa pun resikonya.
Ketika ia mengaku, bosnya sangat terkejut mendengar pengakuannya. “Sebenarnya saya sudah tahu bahwa banyak
karyawan saya yang melakukan penyelewengan seperti itu. Tapi.
diantara mereka semua karyawan saya yang tidak jujur itu, hanya kamu yang berani jujur dan mengakuinya di depan saya,”
kata bosnya.
Setelah pengakuannya itu, bukannya dipecat, melainkan ia malah diangkat menjadi orang kepercayaan bosnya. Wah,
ternyata jujur itu mujur.

sumber :  http://ryukirya.wordpress.com/2011/05/25/pengertian-kecurangan/

(E) Kecurangan

 
 
kecurangan adalah :
1. Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau keadaan yang
disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk
melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan
namun dalam beberapa kasus (khususnya dilakukan secara disengaja) memungkinkan
merupakan suatu kejahatan; 2. penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang
secara ceroboh/tanpa perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat
dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat; 3. Suatu
kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau penyajian yang salah
(salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa
perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang
merugikannya.
Menurut Kamus Hukum, mengartikan Fraud (Ing) = Fraude (Bld) sebagai
kecurangan = Frauderen/verduisteren (Bld) : menggelapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 278 KUHP, Pasal 268 KUHPer. Sedangkan dalam Wikipedia
(en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud sebagai berikut:
a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In
criminal law, fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to
damage them – usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be
accomplished through the aid of forged objects. In the criminal law of common law
jurisdictions it may be called “theft by deception,” “larceny by trick,” “larceny by fraud
and deception” or something similar.
Yang diterjemahkan (tidak resmi) sebagai berikut:
Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi
atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau
pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan
mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan
dengan cara tidak adil/curang. Kecurangan dapat mahir melalui pemalsuan terhadap
barang atau benda. Dalam hukum pidana secara umum disebut dengan “pencurian dengan
penipuan”, “pencurian dengan tipu daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan
penipuan” atau hal serupa lainnya.
Ada pula yang mendefinisikan Fraud sebagai suatu tindak kesengajaan untuk
menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan
fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu,
menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah
merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak
wajar untuk kepentingan dirinya. Dengan demikian perbuatan yang dilakukannya
adalah untuk menyembunyikan, menutupi atau dengan cara tidak jujur lainnya
melibatkan atau meniadakan suatu perbuatan atau membuat pernyataan yang salah
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dibidang keuangan atau
keuntungan lainnya atau meniadakan suatu kewajiban bagi dirinya dan mengabaikan
hak orang lain1.
Unsur-unsur Fraud (Kecurangan)
Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (Kecurangan) di atas, maka
tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas
dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsurunsur
dari kecurangan (keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada
maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah:
􀂾 Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation);
􀂾 dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present);
􀂾 fakta bersifat material (material fact);
􀂾 dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly);
􀂾 dengan maksud (intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi;
􀂾 Pihak yang dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan tersebut
(misrepresentation);
􀂾 yang merugikannya (detriment).
Kecurangan disini juga termasuk (namun tidak terbatas pada) manipulasi,
penyalahgunaan jabatan, penggelapan pajak, pencurian aktiva, dan tindakan buruk
lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
organisasi/perusahaan.
Klasifikasi Fraud (Kecurangan)
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang
pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan
mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree”
yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan
(Uniform Occupational Fraud Classification System)
Dari bagan Uniform Occupational Fraud Classification System tersebut, The ACFE
membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan yaitu:
1. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation);
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah
dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined
value).
2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement);
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau
eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi
keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial
engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh
keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (Corruption).
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi
karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic
extortion).
Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini
jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian
khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis
fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan
pesat dan canggih2.
Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari
beberapa sisi3, yaitu :
1. Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:
a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi
pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks,
lebih mudah untuk ditemukan);
b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan
akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books);
c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi
melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian
uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off
(fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).
2. Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan frekuensi terjadinya:
a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang,
tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya
bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku
setiap saat (misal: pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu
kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).
b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang, tindakan yang
menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja.
Selanjutnya kecurangan terjadi terus-menerus sampai dihentikan. Misalnya,
cek pembayaran gaji bulanan yang dihasilkan secara otomatis tanpa harus
melakukan penginputan setiap saat. Penerbitan cek terus berlangsung sampai
diberikan perintah untuk menghentikannya.
3. Berdasarkan konspirasi
Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak
terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan
terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide maupun pseudo. Dalam bona
fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan; sedangkan dalam
pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya
kecurangan.
4. Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orangorang
yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. Contoh: (1) pengambilan
aset yang disimpan deposan pada lembaga-lembaga keuangan, seperti: bank,
dana pensiun, reksa dana (disebut juga custodial fraud) dan (2) klaim
asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang mungkin
hadapi dalam operasi bisnis secara umum. Misal: kickback, penetapan harga
yang tidak benar, pesanan pembelian/kontrak yang lebih tinggi dari
kebutuhan yang sebenarnya, pembuatan kontrak ulang atas pekerjaan yang
telah selesai, pembayaran ganda, dan pengiriman barang yang tidak benar.
Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)4
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan,
yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu:
􀂾 Greed (keserakahan)
􀂾 Opportunity (kesempatan)
􀂾 Need (kebutuhan)
􀂾 Exposure (pengungkapan)

sumber : http://ryukirya.wordpress.com/2011/05/25/pengertian-kecurangan/

(F) Pemulihan nama baik


 
 
Pemulihan Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi “Daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu. Betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “Jagalah nama keluargamu!” Dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik” Ada pula pesan orang tua “Jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kamu anggap tidak baik!” Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Penjagaan nama baik erat hubunganya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau bisa dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan – perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.


Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodratnya manusia, yaitu:
a) Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
b) Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang telah diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. /untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.
Ada tiga macam godaan, yaitu derajat/pangkat, harta dan wanita. Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia akan terjerumus kejurang kenistaan, karena untuk memiliki derajat/pangkat,harta dan wanita itu dengan mempergunakan jarak yang tidak wajar. Jalan itu antara lain, fitnah, membohong, suap, mencuri, merampok dan menempuh semua jalan yang diharamkan.
Hawa nafsu dan angan-angan bagaikan sungai dan air. Hawa nafsu yang tak tersalurkan melalui sungai yang baik, yang benar, akan meluap kemana-mana yang akhirnya sangat berbahaya. Menjerumuskan manusia ke lumpur dosa.
Ada godaan halus, yang dalam bahasa jawa, adigang, adigung, adiguna, yaitu membanggakan kekuasaan, kebesarannya, dan kepandaiannya. Semua itu mengandung arti kesombongan.
Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir. Melainkan harus bertingkah laku sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh rasa kasih sayang, tanpa pamrih, Takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.

Pengertian rehabilitasi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pemulihan kepada kedudukan atau keadaan yang dahulu atau semula. Pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatakan bahwa seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan berdasarkan UU, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Pengertian rehabilitasi dalam UU No. 14 Tahun 1970 adalah pemulihan hak seseorang dalam kemampuan atau posisi semula yang diberikan oleh pengadilan. Kemudian menurut Pasal 1 butir 22 KUHAP, rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alas an berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU ini. Rehabilitasi mengikuti ganti kerugian. Artinya praperadilan dilakukan karena permohonan ganti kerugian, karena aparat salah melakukan penangkapan, atau tidak sesuai dengan hukum dan sebagainya dan setelah itu (setelah praperadilannya dikabulkan oleh hakim) maka yang bersangkutan bisa meminta rehabilitasi agar nama baiknya dipulihkan kembali. Pihak-pihak yang berhak mengajukan rehabilitasi itu adalah pihak yang diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Misalnya seseorang diadili, kemudian diputuskan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, maka dia itu berhak memperoleh rehabilitasi atas pemulihan nama baiknya.
Perbedaan antara rehabilitasi dengan pencemaran nama baik adalah bahwa rehabilitasi dilakukan karena perbuatan aparat penegak hukum. Artinya si pemohon rehabilitasi adalah tersangka, terdakwa, terpidana yang permohonan praperadilannya dikabulkan (ada campur tangan aparat) karena rehabilitasi itu adalah hak yang diberikan oleh KUHAP kepada tersangka atau terdakwa. Rehabilitasi lebih kepada hal yang tidak berhubungan dengan materi melainkan hanya menyangkut nama baik saja karena rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang hak atau kemampuan seseorang dalam posisi semula. Sementara pencemaran nama baik diatur dalam KUHP (mengenai pencemaran nama baik) adalah gugatan dari seseorang kepada orang lain yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya. Jadi tidak ada campur tangan aparat dalam hal upaya paksa. Permintaan rehabilitasi bisa diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya. Jadi ahli waris juga bisa mengajukan rehabilitasi. Begitu juga halnya dengan ganti kerugian.


sumber : http://jiwareformasi.blogspot.com/2012/06/pemulihan-nama-baik.html

(G) Pembalasan
 
       Definisi Pembalasan
     “Pembalasan” sebagai satu konsep, artinya adalah bahwa manusia dijanjikan dengan kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini. Disana kebaikan dan kejahatan yang pernah dilakukan selama kehidupan pertama di dunia diperhitungkan. Arti pembalasan adalah, manusia dijanjikan dengan kehidupan baru setelah kematiannya, yang ia akan dihisab. Jika ia melakukan perbuatan baik, maka ia dibalas dengan kebaikan dan akan hidup bahagia; sebaliknya jika ia berbuat jahat, ia akan dihisab dan akan hidup menderita.
Meskipun konsepsi ini cukup sederhana, tetapi pandangan umat-umat terdahulu terhadapnya berbeda-beda. Di antara mereka ada yang mengingkarinya seraya mengatakan, “Kita datang dari tanah. Yang
terjadi tidak lebih dari ‘rahim yang mendorong kita lahir, tanah yang
menelan, dan tidak ada yang membinasakan kita selain waktu.’”
Ada umat yang mempercayainya, tetapi keliru dalam mengggambarkannya,
misalnya bangsa-bangsa Mesir kuno. Mereka mempercayai hari Kebangkitan, mempercayai bahwa manusia itu terdiri dari badan dan ruh, dan bahwa manusia pasti akan dihisab atas segala yang pernah dilakukannya dalam kehidupan dunia, tetapi mereka berkeyakinan bahwa yang melakukan hisab tersebut ada dua belas orang hakim. Kemudian mereka mengatakan, “Manusia harus memindahkan kenikmatan yang diperolehnya di kehidupan dunia, ke kehidupan akhirat.”
Tentu saja ini merupakan konsep yang salah, meskipun dasar pemikirannya
benar. Kemudian datanglah agama-agama untuk memperbaiki aqidah ini.
Al-Qur’an juga datang dengan membawa pandangan-pandangan yang shahih. Al-Qur’an banyak menyebut dan mengulangnya, karena ia merupakan landasan kehidupan di dunia ini.
Kita mendapat Al-Qur’anul Karim telah menegaskan adanya pembalasan
ini.
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Az-Zalzalah: 7-8)
“Tidakkah kalian perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Mujadalah: 7)
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami yang menjadi pembuat perhitungan.” (Al-Anbiya’: 47)
“Dan (pada hari itu) kalian lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Allah berfirman,) ‘Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadap kalian dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kalian kerjakan.’ Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, maka Tuhan mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata. Dan adapun orang-orang yang kafir (kepada mereka dikatakan), ‘Maka apakah belum ada ayat-ayat-Ku yang dibacakan kepada kalian lalu kalian menyombongkan diri dan kalian jadi kaum yang berbuat dosa?’” (Al-Jatsiyah: 28-31)
Wahai Akhi…
Al-Qur’anul Karim juga menegaskan bahwa kehidupan di akhirat itu dapat dibandingkan dengan kehidupan dunia. Sedangkan perbandingan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat adalah sebagaimana perbandingan antara sesuatu yang ada dengan sesuatu yang tidak ada.
“Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Al-Ankabut: 64)
Wahai Akhi…
Makna ayat ini adalah, bahwa kehidupan pasti lebih sempurna di akhirat kelak. Al-Qur’anul Karim menyatakan bahwa perhitungan di sana dilakukan dengan sangat mendetail. Ia merupakan kehidupan yang kekal abadi. Sekarang muncul pertanyaan, bagaimanakah Allah swt. memperlakukan orang-orang yang pencariannya berorientasi kepada akhirat?
Jika kita memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’anul Karim, kita akan mengetahui bahwa Allah swt. memperlakukan mereka dengan perlakuan yang seluruhnya baik. Adapun orang-orang yang pencariannya berorientasi kepada dunia, maka Allah swt. memperlakukan mereka dengan perlakuan yang berujung kepada kepedihan.
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki.” (Al-Isra’: 18)
Pemberian ini pada hakikatnya adalah penghalangan (dari pemberian di akhirat), bukan sungguh-sungguh pemberian dan berlakunya hanya “bagi siapa yang Kami kehendaki,” bukan bagi semua yang menginginkannya.
Wahai Akhi…
Ini berarti bahwa Allah swt. telah menghalangi mereka dari segala kenikmatan.
“Kemudian Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (Al-Isra:18-19)
“Dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 145)
Wihai Akhi…
Anda akan dapati orang-orang yang berorientasi akhirat termasuk orang-orang yang mendapatkan taufiq dan pertolongan, sedangkan orang-orang yang berorientasi dunia akan diabaikan, baik dalam kehidupan yang pertama maupun dalam kehidupan yang kedua. Tetapi hal itu menimpanya secara adil.
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tu tidak dirugikan.” (Hud: 15)
Ini artinya, Allah swt. memberinya kenikmatan dunia sesuai dengan kadar siksa yang akan diterimanya di akhirat.
“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan
dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (Asy-Syura: 20)
Dengan demikian, wahai Akhi, Anda mendapati bahwa pencari kebahagiaan akhirat itu dijamin mendapatkan kesuksesan dalam semua kondisi. Mungkin ia akan memperoleh sesuai haknya, mungkin berlipat-lipat dari itu, atau dibalasi kebaikannya. Ia berada dalam ridha Allah. Adapun para pencari dunia, ia pasti sengsara:
“Janganlah sekali-kali kalian teperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam satu negeri.” (Ali Imran: 196).

    



sumber : http://elninofernandobenny.blogspot.com/2011/11/d.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar